Tampilkan postingan dengan label Musik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Musik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 April 2009

RATM' tidak terlepas dari.... Rock, Pemberontakan dan Komoditas Kapitalisme


Jika penggalan-penggalan huruf dalam syair lagu itu dirangkai, maka akan berbunyi: rebel. Dalam bahasa yang lebih sederhana, rebel tidak lain berarti pemberontakan. Dan, itulah sebagian kecil tema syair lagu yang sering dilantunkan kelompok hip-metal Rage Against The Machine (RATM). Tema-tema utama yang sering dinyanyikan RATM memang bernuansa politis. Bahkan lebih dari itu, untuk menunjukkan semangat pemberontakan yang digulirkan kaum muda, RATM menggunakan Che Guevara sebagai simbol perlawanan terhadap kemapanan. Tetapi, sebenarnya, apakah yang mereka lawan serta apa implikasi berikutnya?
RATM melakukan pemberontakan terhadap segala bentuk kemapanan, misalnya kapitalisme yang menindas kaum buruh, politik luar negeri Amerika Serikat yang terlalu arogan, serta kebijakan hukuman mati yang dianggap tidak pantas serta tidak adil terhadap tokoh-tokoh tertentu, seperti Mumia Abu Jamal. Bahkan lebih dari itu, pemberontakan yang mereka jalankan tidak hanya sebatas menyanyi, tetapi juga melakukan aksi secara nyata (taking action). Bendera AS mereka balik, mereka berkampanye untuk menghentikan embargo terhadap Irak, dan bahkan secara sensasional empat personelnya (Tom Morello, Zack De La Rocha, Timmy Commerford, serta Brad Wilk) bertelanjang bulat dengan mulut diplester, berdiri beberapa menit di atas panggung, untuk melawan penyensoran terhadap syair lagu.

Bukan Hal Baru
Sebenarnya, sikap RATM bukanlah sama sekali baru dalam sejarah pemberontakan yang dilancarkan musik rock. Jauh sebelumnya di sekitar dekade 1960-an telah muncul sejumlah pemusik rock yang melawan kemapanan juga, seperti Bob Dylan misalnya. Konser West Coast pada 1965 juga menjadi bukti perlawanan kaum muda terhadap kebijakan AS yang melanjutkan perang di Vietnam. Atau pada tahun 1969, selama tiga hari berturut-turut (15-17 Agustus) diadakan konser rock yang sedemikian megah dengan nama yang lebih dikenal sebagai Woodstock. Lagu-lagu rock yang dikumandangkan saat itu bertema antikekerasan, protes terhadap kebijakan pemerintah AS yang memberlakukan wajib militer, serta ajakan untuk melakukan reformasi.
Mengapa musik rock menjadi sedemikian terlibat dalam isu-isu yang bernuansakan politik dan antikemapanan? Jelas, karena saat itu politik yang digulirkan rezim yang sedang berkuasa sangat menindas kreativitas kaum muda, tidak menunjukkan kedamaian, serta sangat mengumbar kekerasan. Sebagai bentuk perlawanan (resistensi) terhadap hegemoni penguasa, maka muncullah gerakan mahasiswa yang dikenal sebagai Kiri Baru (New Left). Dan, generasi muda saat itu memancangkan nama Flower Generation (Generasi Bunga) untuk menunjukkan sikap mereka yang cinta perdamaian, ingin bersatu dengan alam, serta antikekerasan.
Di sini terbukti dengan jelas, musik rock berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, serta terlibat secara aktif dalam berbagai isu politik yang sedang memanas. Bukankah dengan demikian, sebenarnya, RATM merupakan kelanjutan dari sejarah pemberontakan yang dilakukan generasi-generasi (pemusik rock) sebelumnya?
Dalam pandangan Lawrence Grossberg, rock and roll merupakan sebuah ”aparatus” kebudayaan, sebuah gerakan (movement) yang dirasakan secara nyata oleh kalangan penggemarnya. Tiga karakteristik yang menunjukkan musik rock, menurut Grossberg, adalah: Pertama, musik ini diasosiasikan dengan sekelompok penggemar (fans) tertentu. Kedua, musik ini terlibat secara langsung dengan kehidupan sehari-hari para pendengarnya. Ketiga, secara keseluruhan musik rock menyajikan kenikmatan (pleasure) yang intensif bagi fans-nya, sebuah kenikmatan sensasi secara badani serta perasaan emosional.
Selain itu, rock mempunyai kekuatan oposisional karena mendefinisikan kebudayaan kaum muda (youth culture) berbeda dari pihak lain, yang cenderung ”langsung” serta ”membosankan”. Dengan menekankan pada segi-segi yang bersifat permukaan (surface), gaya (style), serta kecerdasan (artifice), musik rock beroposisi dengan ideologi dominan Pasca-Perang Dunia II yang menekankan pada keseriusan yang mendalam, tujuan, serta tatanan (order) yang mapan (Littlejohn, 1996: 236-237).

Mudah Diintervensi
Apabila diberikan penegasan, maka rock semenjak awal merupakan sebentuk identitas pemberontakan kaum muda terhadap establishment alias kemapanan. Namun, sebenarnya, dengan identitas serta karakteristik unik yang disandangnya ini, rock pun menjadi mudah untuk diintervensi oleh kepentingan-kepentingan politik yang mapan juga. Justru ketika rock menyuarakan pemberontakan, sebenarnya memberikan penegasan bahwa pemusik serta fans-nya merupakan bagian dari sistem yang sedang dilawannya. Resistensi yang mereka lantunkan dalam format yang terkesan radikal itu, justru memudahkan sistem (atau ideologi) yang ditentangnya menjadi semakin kuat, dan bahkan mungkin kokoh.
Hal ini dengan mengacu pada sejumlah alasan, yaitu:
Pertama, sebagai sebuah aliran musik, rock sudah masuk dalam percaturan industri lagu yang menekankan pada keuntungan (profit). Dalam kondisi semacam ini, tidak ada musik yang tidak dapat dijual, termasuk musik rock itu sendiri. Sehingga, rock dalam arena industri musik, merupakan sebentuk dari kebudayaan populer (popular culture). Rock pada akhirnya juga mewujudkan dirinya sebagai musik populer. Dengan demikian, rock diproduksi secara massal untuk dapat dinikmati secara besar-besaran oleh khalayak pendengarnya. Di sini rock pun masuk dalam budaya massa (mass culture) yang mengikuti logika kapitalisme dengan perhitungan matematis cost-benefit (untung-rugi).
Kedua, citra pemberontakan yang diusung musik rock juga gampang dimanfaatkan oleh industri kapitalisme. Dalam kaitan ini, kapitalisme tidak sekadar menjual suatu produk untuk dikonsumsi karena suatu barang atau jasa mempunyai kegunaan tertentu (use-value). Tetapi, kapitalisme yang lebih canggih justru memanfaatkan citra (image), karena suatu produk justru sangat dominan nilai-tandanya (sign-value). Perlawanan bukan lagi menjadi sejenis ancaman bagi kapitalisme dan penguasa. Tetapi perlawanan itu kemudian diakomodasi untuk kemudian dikemas menjadi sebuah mata dagangan (commodity) yang laku keras dijual.
Jika diberikan kesimpulan, merujuk pada pendapat John Storey (1994), rock sebagai budaya serta musik populer menghadapi tiga kemungkinan dalam wilayah kapitalisme, yaitu dimarginalisasikan, dilenyapkan, atau direngkuh (incorporation) untuk menjadi bagian integralnya. Agaknya, rock telah dimodifikasi dan pada akhirnya masuk dalam rengkuhan kapitalisme dengan berbagai format yang unik, seperti penyebutan rock and roll, hard rock, progressive rock, heavy metal, grunge, hardcore, grindcore, hip-metal atau rap-metal, dan sebagainya. Intinya, label musik rock terus berubah seiring dengan kecenderungan dominan metode permainan pemusiknya.
Bahkan aliran serta kelompok musikus rock yang sengaja melawan kapitalisme, digandeng oleh kalangan industrialis untuk mengawetkan sistem ekonomi yang menekankan perdagangan bebas ini. Sehingga, industrialisasi dan pemberontakan musik rock pun saling berpadu dan menjadi pasangan sempurna (tandem) bagi terus bergulirnya kapitalisme yang represif.
Menjadi relevan dalam persoalan ini jika dirujuk pendapat seorang filosof dari Frankfurt School Theodor W. Adorno. Menurut Adorno, identitas utama dari musik populer jika dibandingkan dengan musik serius adalah dalam soal standardisasi, serta khalayak yang menikmatinya dapat memperoleh hiburan (entertainment). Maka pemberontakan dalam musik rock pun sudah menjadi standar utama untuk menciptakan image tertentu. Khalayak pendengar yang menikmati musik ini, barangkali menjadi terhibur karena syair-syair lagu rock yang berisi perlawanan serta protes sosial.
Pemberontakan terhadap sistem kapitalisme yang dilancarkan musik rock, agaknya, selalu akan menemukan kegagalan. Sebab, pemberontakan itu tidak menemukan artikulasi untuk melakukan pemberdayaan terhadap mereka yang tertindas (the oppressed) dan lemah (powerless). Namun, ironisnya, pemberontakan itu justru memuncak pada bergulirnya stagnasi sikap kaum muda untuk meraih citra tertentu: Kaum muda adalah pemberontak, antikemapanan, serta setuju terhadap segala bentuk perubahan.
Dan, kapitalisme dengan suka cita memelihara pemberontakan itu menjadi sejenis komoditas yang laku keras, dengan memprovokasi bahwa memberontak itu nikmat. Bahkan kapitalisme kemungkinan saja terus berteriak dengan menegaskan: Jangan pernah berhenti (never give up) memberontak, karena di situlah kami menikmati hidup sepuas-puasnya (live up).
Musik rock pada titik kulminasinya, memang, serupa dengan nasib Che Guevara yang selalu memberontak dan melawan kapitalisme. Namun, tragisnya, justru menjadi ikon kapitalisme itu sendiri.

Mengenang kembali masa-masa kejayaan Guns N Roses


Guns N Roses menjadi band rock terbesar di dunia pada tahun 1991-1992 saat double album mereka “Use Your Illusion” meledak di pasaran. Dengan formasinya saat itu Axl Rose (vocal),Slash (gitar),Izzy Stradlin (gitar), Duff Mckagan (Bass), Dizzy Reed (Keyboard), dan Matt Sorum (Drum). Pada tengah malam 17 September 1991 GNR menjadi band terhebat di dunia. Ratusan toko dibuka sampai pagi untuk menjual album Use Your Illusion yang terdiri dari dua album. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kedua album itu berada di peringkat pertama dan kedua album terlaris versi Billboard di AS.


ini nih lagu faforit...hehe

Namun kebesaran dan kesuksesan GNR pada masa itu tidak serta merta menjadikan personel mereka lebih solid. Yang terjadi adalah ketika Izzy Stradlin secara mengejutkan mengundurkan diri dari GNR di pertengahan konser keliling dunia album Use Your Illusions (Use Your Illusion World Tours). Izzy digantikan oleh Gilby Clarke di pertengahan konser keliling dunia. Dapat dilihat pula dalam video klip “Don’t Cry”, di klip itu terselip gambar ketika salah seorang fans menempelkan sebuah tulisan di punggungnya “Where’s Izzy???”. Atau kejadian lainnya saat menjelang konser di Tokyo, ada poster juga bertuliskan “Who’s Gilby??” Membuktikan bahwa fans GNR sangat kehilangan sosok Izzy.

Nasib GNR berubah pada tahun 1994. mereka ribut satu sama lain, sering masuk pusat rehabilitasi ketergantungan narkotika, dan album The Spaghetti Incident? Gagal di pasaran. Keretakan mereka dimulai dari sini.

Setelah itu mereka sempat berkumpul di sebuah studio di Los Angles untuk merekam album baru yang rencananya dirilis tahun 1995. namun, tak lama kemudian mereka dihinggapi penyakit yang sudah biasa diderita band-band lainnya: kebosanan. Mereka sudah terlalu kaya sehingga mereka berpikir tidak perlu melakukan apapun.

Rose mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin proyek pembuatan album itu, tetapi dia jelas tidak bisa memimpin. Kebetulan pihak Geffen Records juga memanjakan GNR. Berkat hasil penjualan album yang mendatangkan keuntungan luar biasa besar, mereka memberikan keleluasaan yang istimewa kepada GNR untuk menulis dan merekam. Saat itu GNR sempat merilis single Sympathy for the Devil yang merupakan soundtrack dari sebuah film (Interview With the Vampire).


Apakah 2000’s era terburuk dalam sejarah musik rock?
60’s dan 70’s adalah zamannya para dewa2 musik rock (the beatles, the rolling stones, led zeppelin, black sabbath, queen, ramones, dll). 80’s adalah zaman para anak-anak dewa dilahirkan (u2, metallica, guns n roses, REM, sonic youth, dll). 90’s era alternative nation (nirvana, pearl jam, oasis, radiohead, rage against the machine, red hot chili peppers, nine inch nails, dll). 2000’s ? linkin park? sucks!, my chemical romance? no!, muse? eww! bagaimana menurut anda? (memang masih ada the white stripes, the strokes, system of a down, coldplay, arctic monkeys, tapi mereka seperti kurang mendapat perhatian, dikalahkan oleh musik hip hop dan r&b yang kurang berseni!)


Pada tahun 1996 Slash meninggalkan GNR, diikuti oleh Matt Sorum (drum) dan Duff Mckagan (Bass). karena perencanaan album yang tidak kunjung kelar tersebut para personel GNR melepaskan diri. Dari para personel orisinal GNR (The Original Guns), tinggallah Rose seorang diri.

Robin Finck Cabut Dari Guns n Roses:Menjelang tur konsernya yang akan digelar pertengahan tahun 2008 ini, grup band Guns n Roses merasa panik. Pasalnya, tanpa ada sebab yang pasti, gitaris mereka Robin Finck hengkang. Seperti yang dilaporkan di situs resmi Grup band tersebut, kabarnya, Robin kembali bergabung dengan bandnya dahulu Nine Inch Nails (NIN) untuk menggelar turnya pada musim panas mendatang. Akibat keluarnya Robin itu, salah satu punggawa Guns n Roses, AXL merasa gusar. “Saat Robin keluar semua jadi kacau. Bukan hanya kami yang bingung, para fans kami juga menjadi bingung, dan mereka merasa agak kesal, “tutur AXL dalam situs resminya. Bukan hanya kali ini Robin membuat ulah tersebut. Dirinya memang kerap keluar masuk dari Guns n Roses dan NIN. Seperti pada tahun 2000 silam, dirinya pernah keluar dari Guns n Roses untuk bergabung dengan NIN, dan ikut tur ke beberapa negara. Setelah tur konser tersebut berakhir ditahun 2001, dirinya kembali lagi bergabung dengan Guns n Roses. Untuk kemudian menjalani rangkaian tur bersama Guns n Roses dibeberapa negara Asia dan Eropa.



Rabu, 22 April 2009

Red Hot Chilli Peppers


aliran musik dari Red Hot Chilli Peppers merupakan perpaduan dari Funk, Punk, dan grunge. Dimulai dari berkumpulnya sekumpulan pemuda dengan pandangan musik yang sama yaitu: Anthony kiedis, Michael Balzary (lebih dikenal sebagai Flea), Hilel Slovak sebagai gitar, dan Jack Irons diposisi drum. Mereka memulai karir gemilang di sebuah garasi.

Mereka akhirnya mendapatkan kontrak rekaman dari EMI Records America, sayangnya Irons dan Slovak masih terikat kontrak dengan band lain, posisi mereka untuk sementara digantikan oleh Jack Sherman di gitar dan Cliff Martinez di drum.

Penampilan mereka saat itu sungguh mengejutkan!! mereka tampil dengan busana SEMI-TELANJANG atau terkadang lebih buruk lagi:BUGIL!!.

Di album ke-2 Hilel Slovak kembali bergabung bersama Red Hot Chilli Peppers, di album kedua kali ini mereka diproduseri oleh George Clinton, juga ditambah dengan “Horn Section” Maceo Parker, Fred Wesley.

Album ke-3, mereka tampil lebih rock ,bahkan di sampul albumnya, mereka tampil telanjang bulat dengan kaus kaki menutupi bagian kemaluanya.

Bagaimanapun juga, titik terendah sepanjang karir RHCP terjadi disini, Slovak didapati meninggal karena overdosis (jangan ditiru!!) akibat penggunaan heroin. Dikarenakan kesedihan yang mendalam, jack irons pun memutus kan untuk keluar dari band, situasi saat itu sangat kacau.

Untuk menutup kekosongan yang ada, mereka merekrut Jhonny Frusciante pada gitar dan Chad Smith pada drum, Mereka merilis album yang berjudul “Mother’s Milk” dengan single unggulan “Knock Me Down” yang diatributkan atas kematian Slovak.Album selanjutnya “Blood Sugar Sex Magik” yang sukses besar di pasaran makin menambah semangat mereka dalam bermusik. Sementara itu, lagu ballad pertama mereka:”Under the Bridge” yang merupakan peringkat2 di chart US, memberikan sebuah pandangan baru terhadap mereka yang sebelumnya dicap band yang mengusung “sexism” di lagu-lagu mereka.

J.Frusciante meninggalkan band ini pada 1992 dan digantikan oleh Dave Navarro, bersama anggota baru ini RHCP menuntaskan album mereka:”One Hot Minute” yang dirilis 1995. Salah satu lagu tersebut “Love Rollercoaster” masuuk menjadi Soundtrack film Beavis and Butt-Head Do America.

D.Navarro keluar pada 1998 dan digantikan oleh anggota lama:J.Frusciante, dengan formasi komplit yang masih ada saat ini lahirlah “By The Way” dengan hit single yang sama dengan judul album, Di sekitar akhir tahun 2005, mereka kembali menelurkan album spesial yang berisi 20 lagu dan sukses menggondol 2 penghargaan Mtv Music Award di tahun itu melalui single “Dani California”.

Coba dengarkan:Paralel Universe, Scartissue,Soul to squeeze, The Zephyr song,Cant stop,Tell me Baby,jangan ketinggalan Californication.

Velvet Revolver


Velvet Revolver adalah sebuah band rock asal Los Angeles yang berdiri pada tahun 2002. Disebut-sebut sebagai Guns N' Roses 2 karena komposisi anggotanya terdiri dari 3 mantan band yang paling bersinar di era awal tahun 80'an tersebut, mereka adalah Slash (lead guitar), Duff Mc Kagan (bassis), Matt Sorum (drum) dan dengan 2 tambahan mantan personil band lainnya Scot Weiland sebagai vocalist (eks Stone Temple Pilots) dan mantan guitarist Wasted Youth, Dave Kushner Mereka sudah mengeluarkan 2 album Contraband dan Libertad Awalnya mereka ingin merekrut Izzy Stradlin yang notabene adalah mantan Rhytm Gitaris Guns N Roses tapi karena Izzy dianggap tidak cocok karena ia trauma bila ada Vokalis

Siapa saja yang merasa kehilangan Guns N’ Roses (GNR), mungkin kini telah terhibur dengan kedatangan Velvet Revolver. Berbeda sih pasti, karena memang harus begitu! Bukan hanya sebab tanpa vokalisnya, Axl Rose yang demikian berkarisma. Akan tetapi supergrup ini jelas mesti terlahir baru sebagai bagian pencetus hard rock klasik untuk generasi sekarang.

Tiga orang mantan GNR, Slash (gitar), Duff McKagan (bas) dan Matt Sorum (dram), terbukti mampu masih eksplosif meski menempuh permulaan lagi dengan membentuk band gabungan legenda rock & roll yang harus berkarya lain. Pasalnya, mereka kini bertugas menyusun tugas modern rock yang mesti tetap menyisakan rasa masa lalu.
Itu terbilang mampu dilakukan Velvet Revolver yang berimbuhan dua personel pelengkap bernilai tambah, semacam penyanyi rock mantan Stone Temple Pilots, Scott Weiland dan gitaris Dave Kushner (eks-Dave Navarro’s Band).
Beban usaha dalam berkonsep kelahiran kembali, ternyata malah berhasil dilakukan dengan resep membuat segalanya berawalan baru. Musiknya memberi kesan galak, sangat agresif dan menantang. Jangan takut kehilangan porsi kualitasnya Slash, apalagi kini asa segi sisipan memikat dari Dave Kushner yang membantu mengubah ciri akor tanpa merobohkan warisan budaya rock masa lalu.
Sedari mula rencana Slash, Duff dan Matt Sorum membentuk citra grup rock baru memang tiada pilihan lain yang dianggap tepat hanyalah Kushner seorang. Sebagai rekan se-high school Slash, dan gitaris yang pernah gabung dengan bassis Duff beberapa tahun terakhir, dia (Kushner) dianggap senjata rahasia ampuh bagi trio eks-GNR itu.
Tekstur permainan gitarnya, dinilai Duff, luar biasa dan apalagi dia bisa bekerja sama secara baik dengan Slash. Hingga kemudian keempatnya meraih keberuntungan karena bisa menarik masuk Scott Weiland yang meniupkan napas kehidupan untuk Velvet Revolver. Lagi pula sebagai penulis lirik yang cerdas, Scott langsung membuktikan dirinya pilihan tepat dengan singel evolusi ”Set Me Free” yang terpilih untuk OST The Hulk. Hal itu berlanjut dengan pembuktian lainnya melalui lagu ”Slither” dan ”Fall To Pieces”.
Bagi Scott, ikut gabung dengan Velvet Revolver bersama Slash, Duff, Matt Sorum dan Dave Kushner bagai menyatukan dirinya dengan gerombolan malaikat yang menolongnya dari kejatuhan. Sebagai mantan junkie yang dulu terbiasa dengan menu tiga gram heroin setiap harinya, dia terus terang jadi tidak merasa berjuang sendirian melawan bujukan setan narkotik. Scott menyebut kehidupan barunya di Velvet Revolver bagaikan terlindung dalam The Gang.



Siklus Rock & Roll
Debut album perdana Contraband dari Velvet Revolver mengandung muatan 13 lagu bersiklus rock & roll dengan alur eklektik dan bunyi keyakinan diri Scott, Slash, Duff, Matt Sorum dan Kushner.
Konsep tawaran hard rock klasik buat generasi baru (usia 15-30 tahun), menenteng refleksi pengaruh dari The Beatles, The Refused, berikut alasan nyata berupa sisa tabiat GNR dan Stone Temple Pilots.
Sebagaimana sifat dari perjuangan, Velvet Revolver tentu menempuhnya tanpa peluang kemudahan. Meski mereka sudah memiliki semua yang dibutuhkan oleh grup rock. Bisa dipastikan banyak produser yang memahami bakat dan keahlian bermusik, karisma serta kreativitas yang dilakukan Slash, Duff, Matt Sorum, Scott dan Dave Kushner. Tetapi ternyata segala kelengkapan perang seperti itu, belum bisa diartikan segalanya bisa menjadi mudah.
Mereka harus menghampiri berbagai karakter produser, hingga kemudian beropsi dengan Josh Abraham dan mengajaknya menjadi co-producer. Pilihan sikap seperti itu muncul karena pertimbangan untuk mendapatkan rekan produser yang berpandangan baru, karena berbagai produser yang pernah dihadapi memang rata-rata hebat tetapi bersikap pikir usang.
Ternyata yang paling dibutuhkan untuk konsep kelahiran kembali (hard rock) bersama Velvet Revolver adalah produser yang mampu memberi pengarahan berbeda. Mereka sekaligus membutuhkan orang muda, kolaborator berpotensi segar dengan elemen yang modern. Sebab tujuan Velvet Revolver adalah berkompetisi sambil mempresentasikan rock nekad yang membunyikan keindahan ke seluruh dunia.
Tugas semacam itu mementingkan keterlibatan orang yang mau bekerja keras. Josh Abraham dianggap orang yang sesuai berkerja sama untuk hasil bunyian akor-akor keren yang diciptakan Velvet Revolver.
Mereka meyakini dengan gebrakan perdana bertajuk Contraband, lima superstar rock itu telah berhasil menciptakan band super-rock terbaru. Melalui bunyi rock yang menggeram sesuai kodratnya, seperti dalam bentuk rekaman begitupun nanti di saat mereka bermain bersama di atas panggung. Fokus musiknya kian terasa tajam, karena Scott Weiland menghadirkan sejumlah muatan lirik personal yang bermakna mendalam.